Wednesday, February 1, 2012

ekologi politik sumberr daya alam

TAKE HOME EXAM
MATA KULIAH EKOLOGI POLITIK SUMBER DAYA ALAM*

Yunindyawati/SPD/I363100011**
Pertanyaan:

1.      Tunjukkan dan jelaskan hal-hal apa saja yang terkandung dalam makalah Adiwibowo et al (2010) sehingga makalah tersebut dapat tergolong dalam ranah political ecology.

2.       Bryant pada paragraf terakhir di halaman 89 menuliskan sebagai berikut:

“To begin with, political ecology needs to go beyond the `land centrism' that has characterized most of the work done so far under its name………It is indeed curious that, although water is `essential material for maintaining bodily and social life', the political ecology of water quality
and availability is still only in its infancy (Swyngedouw, 1995:402)……… Yet unequal power relations are as likely to be `inscribed' in the air or the water as they are to be `embedded' in the land”.

Jelaskan apa yang dimaksud oleh Bryant di akhir kalimat dari paragrafdimaksud?

Jawab:
Untuk bisa menjawab kedua pertanyaan tersebut diperlukan pemahaman terhadap pengertian ekologi politik, bagaimana sejarah perkembangannya sehingga bisa menjadi diskursus ilmiah, focus dan ranah kajiannya seperti apa dan bagaimana bisa digunakan dalam praktik untuk melakukan analisis terhadap fenomena social, budaya,  politik, ekonomi dan lingkungan.
Dalam buku Critical Political Ecology, The Politics of Environmental Science, Tim Forsyth (2003), Bab 1 menjelaskan perdebatan tentang konsep ekologi politik, dan variasi perbedaan pendekatan  untuk memaknai “ekologi” dalam ekologi politik. Konsep umun ekologi politik yang diterima banyak kalangan adalah:
The social and political condition surrounding the causes, experiences and management of environment problem, (Blaikie, Brookfield,1987, Bryant 1992, Greenberg, Park 1994; Zimmerer, 2000) (dalam Forsyth 2003).
Sementara itu, Forsyth juga memberikan beberapa pendekatan dalam menjelaskan pengertian ekologi politik sebagai berikut:
Beberapa pendekatan untuk menjelaskan pengertian ekologi politik.


Sumber: diolah dari Forsyth, 2003
            Secara historis perkembangan ekologi politik dimulai dari antropologi budaya ke sosiologi lingkungan, dari sosiologi lingkungan ke ekologi politik. Pada akhir abad 20, investigasi teoritik yang mengkombinasikan sosiologi, antropologi dan ekologi menghasilkan persenyawaan baru social dan ecology (the dynamics of human-environment interaction) sebagai perluasan studi ekologi manusia. Pada kajian social ekologi ditelaah lebih lanjut mslah-masalah social dan hokum secara societal dinamycs yang terjadi sebagai konsekuensi perubahan ekologi di suatu kawasan.  Pada taraf lebih lanjut metamorfosa human ecology menghasilkan cabang ilmu baru sociology of human ecology (Miklin dan Poston, 1998 dalam Dharmawan 2007).
Cabang baru ini makin berkembang menjadi environmental sociology yang mulai dikembangkan secara meluas  oleh public academia sejak akhir abad 20 (Redclif dan Woodgate 1997 dan Dunlap et al 2002 dalam Dhamawan 2007).  Metamorfosa ekologi manusia tidak berhenti sampai disitu karena perjumpaannya dengan political economics, menghasilkan cabang keilmuan baru yang mulai banyak diminati para sarjana ilmu social, yaitu political ecology (ekologi politik) yang didominasi oleh tradisi pemikiran ala historical materialism Marxian dengan atmofter konflik yang sangat kuat (Forsyth 2003; Robbins 2004 dalam Dharmawan 2007).
Ekologi politik berdiri dari konsep-konsep sebelumnya (antropologi, sosiologi lingkungan, geografi, ekonomi, politik dll), karenanya ia merupakan tepi ilmu pengetahuan yang perlu dibangun (edge of science). Pertemuan antara ilmu social dan ilmu alam.
            Untuk dapat mendeskripsikan fenomena ekologi politik bisa dirunut dengan menggunakan pendekatan actor. Seperti tulisan Bryant dan Bailey dalam buku; The Third World Political Ecology tahun 1997 yang menekankan pendekatan actor dalam melihat kajian ekologi politik.  Buku ini berpijak pada konsep politicized environment  dan bahwa persoalan lingkungan  tidak terpisah dengan konteks ekonomi  dan politik .
Asumsi yg mendasari pendekatan aktor;
  1. Biaya dan manfataat yang dinikmati aktor tidak merata
  2. Distribusi biaya manfaat mendorong ketimpangan
  3. Dampak social ekonomi mempunyai implikasi politik

            Di sisi lain Fosyth menawarkan pendekatan kritis dalam mendiskripsikan fenomena ekologi politik. Pendekatan kritis  memfokuskan pada:
1.      Domination of nature terkait dg kapitalisme penyebab degradasi
lingkungan
2.      Pendekatan baru bersifat post structuralist,  pengaruh sejarah dan budaya
thd evolusi konsep perubahan dan degradasi lingkungan sbg kekuatan linguistik & politik
3.      Mengkritik konsep balance of nature, equilibrium ecology, 
environmental ortodox

Membicarakan ekologi politik tidak bisa lepas dari sumber-sumber politik yang bisa memberi pengaruh pada perubahan lingkungan. Sumber-sumber tersebut antara lain; pengetahuan, kebijakan/policy, gender, ekonomi, diskursus dan lainnya.

Berdasar uaraian di atas akan dijawab pertanyaan ujian sebagai berikut:
1.      Tulisan Adiwibowo et al (2010)berjudul Contested Devolution: The Political Ecology of Community-Based Forest Management In Indonesia 
Tulisan ini membahas tentang pengelolaan hutan berbasis masyarakat sebagai upaya aplikasi ekologi politik pada tiga kasus yakni kasus Hutan Damar di Krui, Sumatera Barat, Tanaman Hutan rakyat di Konawe di Sulawesi Tenggara, dan masyarakat konservasi di Taman Nasional Lore Lindu.
Tulisan ini mencoba melakukan kritik atas konsep Ostrom dan pengikutnya yang memahami bahwa dengan adanya property right dalam hal ini melalui devolusi akan terbentuk tindakan kolektif yang akan berjalan dengan baik. Akan tetapi tulisan ini menyajikan konsep yang berbeda dimana bukan hanya property right saja yang bisa menyelesaikan persoalan kehutanan tetapi konteks yang lebih luas dan kompleks yang juga akan mempengaruhi devolusi. Seperti konsep teori akses dari Ribbot dan Peluso yang disitir memperlihatkan dalam hal pengelolaan hutan, individu atau kelompok tertentu bisa mendapatkan keuntungan dari pengelolaan hutan dengan memiliki hak ataupun tidak memiliki hak pengelolaan hutan.
Hal ini menunjukkan bahwa persoalan penyerahan hak dan tanggung jawab dalam pengelolaan hutan berbasis masyarakat dalam tiga kasus yang diteliti bisa dianalisis dari berbagai dimensi; akses dan control terhadap sumber daya (bisa melalui pengetahuan, kekuasaan dll), hak, kewenangan, kontestasi actor, relasi kekuasaan pusat daerah, user, individu dan kelompok tertentu.

Tulisan ini masuk dalam ranah kajian political ekologi. Secara sederhana bisa dilihat dari;

1.      Pilihan judul yang diambil yaitu kontestasi penyerahan hak dan tanggungjawab: politik ekologi pengelolaan hutan berbasis masyarakat.
2.      Kerangka analisis yang digunakan kental dengan konsep ekologi politik seperti; legal right, property relation, actual power, democratic governance, forest policy processes, transfer of wealth and power, sustainability issues.
3.      Ranah/objek kajian adalah menyangkut aspek fisik lingkungan dalam hal ini hutan dan pengelolaannya (terdapat kontestasi dalam devolusi)

Secara spesifik hal-hal yang terkandung dalam tulisan yang bisa menunjukkan bahwa tulisan ini masuk ranah political ekologi (merujuk pada pendekatan ekologi menurut Forsyth: 2003) antara lain terlihat pada:

a.       Adanya interaksi antara Negara, actor non Negara dan lingkungan fisik:
Seperti  ditunjukkan pada kasus Krui dimana perubahan regim dari orde baru yang memiliki kebijakan kehutanan dimana hutan adalah milik Negara diganti secara fundamental. Di sana ada interaksi antara negara (regim) ada masyarakat local dan lingkungan fisik yakni hutan Damar
b.      Terdapatnya gerakan ekologi atau gerakan hijau
Seperti ditunjukkan pada kasus Taman Nasional Lore Lindu dimana ada uapaya konservasi berbasis pengetahuan local, tradisi, kebiasaan, nilai-nilai dan institusi local desa Toro di Sulawesi Tengah.
c.       Adanya interaksi proses biofisik, kebutuhan manusia dan sistem politik yang lebih luas.
Seperti ditunjukkan pada kasus Hutan Tanaman Rakyat di Konawe Selatan propinsi Sulawesi Tenggara. Terdapat interaksi antara biofisik (hutan) dengan kebutuhan manusia (sebagai base livelihoods masyarakat) dan sistem politik yang lebih luas yakni NGO, TFT, KHJL, JAUH, FSC, CPF.
d.      Memuat analisis distribusi hak dan sumber daya
Seperti diutnjukkan pada kasus Ijin Usaha Pemanfaaatan Hasil Hutan Rakyat di Konawe selatan. Terdapat skema  keadilan distribusi keuntungan di KHJL.
e.       Adanya interaksi  interdependensi individu, komunitas, alam dan national  
Misalnya pada kasus Konawe NGOs mengadvokasi dan memandu KHJL untuk memanegemen hutan, kapasitas teknis, membuka akses pasar.

2.      Yang dimaksud Bryant di akhir kalimat paragraf yaitu: bahwa intinya ekologi politik tidak boleh berhenti pada batas titik tertentu tetapi perlu terus di dorong kepada hal-hal yang baru. Ekologi politik tidak hanya sebatas membahas persoalan lahan yang selama ini dicitrakan sebagai kajian ekologi politik berkaitan dengan tanah/lahan. Oleh karena itu selain tetap melakukan  kajian terhadap masalah perubahan lingkungan berkaitan dengan lahan perlu di perluas pada perubahan lingkungan berkaitan dengan perubahan kualitas udara dan air.

Selama ini kajian tentang perubahan kualitas air dan udara yang dikaji dengan analisis politis masih sangat sedikit. Padahal, terdapat ketidakseimbangan relasi kekuasaan dalam hal perubahan kualitas air dan udara sebagaimana terjadi pada kasus ketidakseimbangan relasi kekuasaan dalam pengaturan dan pemilikan lahan.
Mengapa Bryant menuliskan paragraph tersebut? Hal ini dilakukan
berdasarkan review bagaimana kekuasaan, pengetahuan dan ekologi politik di Negara dunia ketiga. Menurutnya ekologi politik yang dilakukan untuk menguji dinamika politik sekitar materi dan perjuangan diskursus atas lingkungan. Perhatian khusus diberikan pada cara-cara dimana konflik atas akses terhadap sumber daya lingkungan dikaitkan dengan control sistem politik dan ekonomi.
Tulisan ini menekankan pada marginalisasi dan kerentanan orang miskin sebagai hasil dari sejumlah konflik.  Akibat dari persepsi dan diskursus  masalah lingkungan dan intervensi juga digali untuk memandu debat tentang kebaikan relative dari pengetahuan local dan ilmu barat. Penelitian ekologi politik selanjutnya perlu juga untuk memusatkan perhatian pada isu-isu yang berhubungan dengan perubahan kualitas udara dan air, proses pengkotaan, atribut organisasional dan tubuh manusia.
            Apa yang diungkapkan Bryant sejalan dengan epistemology ekologi politik dimana ekologi politik berdiri dari konsep-konsep sebelumnya, karenanya ia merupakan tepi ilmu pengetahuan yang perlu dibangun (edge of science).
Membangun ekologi politik sebagai entitas ilmu yang dinamis,perlu memahami ruang lingkup, landasan etik dan konsep yang relevan tiga bidang ilmu serumpun, seperti pada table berikut:

No.
Elemen pembeda
Ekologi Manusia
 Sosiologi Lingkungan
Ekologi Politik
01.
Unsur yang salingberinteraksi
Manusia (human system) dan alam-lingkungan (system ecologi)
Sistemsosial dan sistem ecologi (sumberdaya alam dan lingkungan) atau (socio)-culture vis a vis nature
Negara, swasta dan masyarakat sipil à setiap ensitas membawa kepentingan yang berbeda atas eksistensi alam
02.
 Moda interaksi anta unsure
Sustanence needs fulfillment, pertukaran,, dan perjuangan untuk mempertahankan hidup (survival needs)
Penguasaan, produksi, dan reproduksi social-budaya dan ekonomi berbasiskan pada kelimpahan berkah alam
Exercise of power and authority & power struggle dalam pengelolaan,pemanfaatan konservasi,  dan advokasi terhadap alam
03.
Obyek interaksi
Materi, energy, dan informasi
Materi, energy, informasi, modal, uang, wewenang, kekuasaaan/pengaruh, pranata social
Kepentingan/interest politik
04.
Outcome interaksi
Konfigurasi budaya-ekologi à sebagai hasil dari proses adaptasi ekologis yang panjang
Konfigurasi hubungan social antar pihak à bentuk dinamika yang terbangun sesuai setting alam
Konfigurasi tata-pengaturan politik sumberdaya alam dan lingkungan
05.
Kondisi ideal capaian interaksi
Kesetimbangan hubungan manusia-alam yang mantap
Struktur dan proses social yang mantap antara sistem ekologi serta antar sistem social yang berbeda kepentingan
Sistem eko-sosio-politik yang mantap
06.
Aras analisis
(biasanya) mikro à komunitas local
Mikro (komunitas local, meso (kota-desa-daerah aliran sungai/DAS, hutan), makro (Negara dan global)
Meso (desa, kota, DAS, hhutan), dan makro (Negara dan global).
07.
Mazhab teori social dominan ditemukan
Pertukaran, jaringan, konflik, kulturisme.
Konflik, kritis, structural-fungsional, pertukaran, jejaring, utilitarian
Konflik dan aliran kritis
08.
Akar keilmuan
Antropologi budaya dan ekologi-biologi
Ekologi manusia dan sosiologi
Ekologi manusia, sosiologi lingkungan,dan ekonomi-politik

Sumber: Darmawan, 2007.

            Dengan memahami ruang lingkup, landasan etik dan konsep-konsep tersebut pengembangan ekologi politik akan memiliki focus yang memiliki ciri khas dan berbeda dari ilmu yang lainnya. Yang lebih penting lagi sebagai sebuah ilmu perlu senantiasa mendapatkan kritik dan auto kritik sehingga proses dialektika berjalan demi perkembangan ilmu itu sendiri.
            Hal ini dilakukan karena diskursus ilmu pengetahuan, senantiasa bertalian dengan kekuasaan. Semakin diskursus mampu menjadi wacana global makaia mampu memiliki kekuasaan untuk mempengaruhi individu kelompok masyarakat Negara bahkan dunia. Mungkinkah ekologi politik mampu menjadi wacana yang memiliki kekuatan dan kekuasaan global sehingga diskursus ekologi politik mengalami metamorfosa dari: antropologi (ekologi manusia) menuju sosiologi lingkungan menuju ekologi politik dan menuju Global ecosociology?


DAFTAR PUSTAKA

Adiwibowo, Soeryo. 2007.  Ekologi Manusia. Part. Tulisan Dharmawan: Bogor;
FEMA IPB.
Adiwibowo, Soeryo. Et al. 2010. Contested Devolution: The political Ecology of
Community-Based Forest Management In Indonesia. Jurnal  dalam proses
penerbitan.
Bryant.L. Raymond & Bailey.Sinead. 1997. Third World Political Ecology.
London, NewYork: Routledge.
Bryant. L. Raymond. 2008. Power, Knowledge and Political Ecology in Third
            World: A Review. Progress in physical Geography 22,1 (1998) pp79-94
Forsyth, Tim. 2003. Critical Political Ecology, the politics of environment, London  
and New York: Routledge.





No comments:

Post a Comment