Thursday, February 2, 2012

konflik sosial wanita lnsia

KARAKTERISTIK DAN KONFLIK SOSIAL WANITA LANSIA
OLEH: Yunindyawati
Doden jurusan Sosiologi Fisip Unsri

KARAKTERISTIK SOSIAL WANITA LANSIA

Kondisi ekonomi
Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa dari enam informan yang diwawancarai lima orang informan  secara ekonomi memiliki ketergantungan kepada anak, saudara maupun kerabat. Hanya satu orang wanita lansia yang secara ekonomi memiliki usaha sendiri untuk mencukupi kebutuhan hidup.
Meskipun secara ekonomi bergantung pada orang lain namun ada juga upaya para wanita lansia untuk mendapatkan pendapatan sendiri antara lain dengan menjahit jaring ikan. Biasanya mereka mendapatkan upah antara Rp. 2000 sampai Rp. 3.000.-. selain itu ada juga yang menjual jasa sebagai tukang memijat, membantu proses persalinan dan usaha jamu gendong. Setiap kali memijat informan diberi upah sebesar Rp. 5.000,-, namun ada juga yang memberi upah lebih, ada yang sampai Rp. 10.000,-.   Ada juga informan yang mendapatkan uang dari kedermawanan seorang tetangga yang memiliki warung. Setiap harinya ia duduk di warung tersebut dengan membantu memanggil pemilik warung jika ada pembeli. Dari kebiasaan tersebut ia kadang mendapat uang pemberian dari pemilik warung sebesar Rp. 3.000,- sampai Rp. 4.000,-.
Seorang informan wanita lansia memiliki usaha kerupuk udang. Wanita lansia ini tidak pernah menikah. Bersama adik perempuannya yang juga tidak menikah memiliki usaha pembuatan kerupuk udang. Ada strategi yang ia terapkan dlam usaha ini yakni ketika barang belum laku terjual ia hutang ke warung miliki kerabatnya. Meskipun begitu ia mengaku tidak berani berhutang lebih dari Rp. 100.000,-.
Secara keseluruhan kondisi ekonomi para wanita lansia di kawasan pesisir Sungsang memang sangat tergantung pada anak dan kerabat mereka. Pekerjaan yang ia lakukan hanya bisa menambah sedikit pendapatan untuk menutupi kebutuhan ekonomi mereka. 

Kondisi kesehatan
Usia tua memiliki karakteristik kesehatan yang khas. Biasanya kondisi tubuh usia tua lebih dekat dengan berbagai macam penyakit kronis dan cenderung menahun seperti batuk, sakit tulang dan demam, meriang, pusing, mata kabur.
            Para informan wanita lansia ternyata juga mengalami berbagai macam keluhan kesehatan seperti sakit tulang, demam, meriang, batuk serta mata kabur. Ketika sakit terjadi mereka melakukan bebrapa cara pengobatan antara lain; membeli obat bebas yang dijual di warung, minum jamu tradisional dan berobat ke puskesmas. Para wanita lansia mengaku malas berobat ke puskesmas karena menurut mereka biayanya mahal. Pernah seorang informan berobat ke puskesmas dan dikenai biaya pengobatan sebesar Rp. 50.000,-, berhubung tidak memiliki uang sebanyak itu maka ia mengutang dulu biaya pengobatan tersebut. Hal ini membuat informan tidak mau lagi berobat ke puskesmas. Ada juga informan yang mengaku takut berobat ke puskesmas karena takut disuntik.
Dari enam informan yang diwawancarai ternyata memiliki keluhan kesehatan yang hampir sama yakni mengalami sakit nyeri tulang demam dan pusing. Cara pengobatannya pun relatif sama yakni dengan mengkonsumsi obat yang dijual di warung, minum jamu gendong, memakai balsem dan hanya satu informan mengaku berobat ke puskesmas.
Aktifitas keagamaan
            Menurut pengakuan para informan, aktifitas keagamaan yang mereka lakukan semenjak mereka menjadi lansia relatif menurun. Hal ini berkaitan dengan kondisi tubuh tua yang semakin lemah, tidak sekuat ketika muda serta berbagai penyakit menahun dan kronis yang mereka derita. Untuk melakukan sholat lima waktu saja mereka ada yang kadang bolong-bolong. Namun ada juga seorang informan yang masih mengikuti pengajian rutin sebulan sekali dan mengaku tetap menjalankan sholat lima waktu.
Secara keseluruhan para informan mengaku mereka melakukan aktifitas keagamaan relatif menurun jika dibanding ketika usia mereka masih muda.

C. KONFLIK YANG DIALAMI WANITA LANSIA
Perbedaan nilai
Konflik yang dialami para wanita lansia di kawasan pesisir Sungsang antara lain konflik dengan anak maupun cucu yang berupa perbedaan nilai dan kebiasaan antara mereka. Pada saat lansia masih muda nilai-nilai pergaulan antara laki-laki dan perempuan cenderung tidak sebebas sekarang. Karenanya wanita lansia sering memberi nasehat kepada anak cucunya tentang masalah pergaulan.
Selain itu nilai berbusana juga terdapat perbedaan, dahulu para wanita lansia mengaku bahwa busana anak perempuan adalah berbentuk kebaya. Cara berpakaian anak sekarang sudah mengalami perubahan.
Perbedaan selera masakan

Selain perbedaan nilai yang terjadi antara wanita lansia dan anak cucu mereka terdapat juga perbedaan dalam hal selera masakan. Biasanya para wanita lansia cenderung mengikuti selera anak mereka karena anak mereka yang biasa memasak. Kalaupun wanita lansia memasak hanya sekedar membantu membersihkan masakan yang mau dimsak.

Perasaan sedih
Sebagai manusia biasa para wanita lansia pernah mengalami perasaan sedih. Perasaan sedih ini terutama terjadi ketika musim paceklik tiba. Yaitu ketika musim angin barat dimana pada musim ini para nelayan memiliki hasil tangkapan ikan yang sedikit. Meskipun bukan wanita lansia sendiri yang menangkap ikan tapi dampak secara tidak langsung dialami oleh wanita lansia. Jika hasil tangkapan ikan anaknya sedikit maka penghasilan keluarga nelayan berkurang yang menyebabkan secara tidak langsung kondisi ekonomi wanita lansia juga menurun.
Perasaan sedih wanita lansia juga dialami oleh informan yang tidak memiliki anak. Informan  mengaku sedih tidak punya anak karena tidak ada tempat tumpuan di hari tuanya. Beruntung ia tinggal di rumah saudara yang peduli dan memperhatikannya. Seorang wanita lansia mengalami sedih jika teringat suami dan dua anaknya ynag meninggal dunia pada saat melaut mencari ikan. Perasaan sedih yang ia alami seringkali muncul, jika perasaan ini muncul ia mencoba memupusnya dan merasa masih beruntung dikaruniai empat orang anak lain yang masih hidup. 


D. UPAYA YANG DILAKUKAN WANITA LANSIA UNTUK MENGATASI    
     KONFLIK
Mengalah
Pada saat terjadi konflik dengan anak, dimana terjadi perbedaan nilai maupun selera makanan maka upaya yang dilakukan para wanita lansia adalah mengalah dan mengatakan lebih baik diam. Mereka menyadari selama ini sudah banyak tergantung dan merepotkan anak sehingga merasa tidak memiliki kewenangan  serta merasa tidak enak dan sungkan bila terlalu banyak ngomong. Hanya saja ketika anaknya sering berlaku kasar kepada anak (cucunya) para wanita lansia menasehati agar lebih sabar. Selain persoalan itu mereka lebih banyak mengalah dan diam.
Mengikuti anak
            Salah satu cara lain yang dipakai para wanita lansia adalah dengan mengikuti apa kemauan anak. Menyadari sebagai orang tua yang tidak memiliki penghasilan tetap mereka lebih cenderung mengikuti apa keinginan anak.

1 comment: